div.TabView div.Tabs { height: 24px; overflow: hidden; } div.TabView div.Tabs a { float: left; display: block; width: 90px; /* 70px */ text-align: center; height: 24px; /* 2opx */ padding-top: 3px; vertical-align: middle; border: 1px solid #000; /* blue */ border-bottom-width: 0; text-decoration: none; font-family: "Times New Roman", Serif; /* white */ font-weight: 900; color: #000; /* white */ } div.TabView div.Tabs a:hover, div.TabView div.Tabs a.Active { background-color: #FF9900; /* blue */ } div.TabView div.Pages { clear: both; border: 1px solid #6E6E6E; /* blue */ overflow: hidden; background-color: #FF9900; /* blue */ } div.TabView div.Pages div.Page { height: 100%; padding: 0px; overflow: hidden; } div.TabView div.Pages div.Page div.Pad { padding: 3px 5px; }

Selamat Datang di Blogsite Indra Nugraha

SELAMAT DATANG DI BLOGSITE INDRA NUGRAHA

menu

Tab 1.1
Tab 1.2
Tab 1.3
Tab 2.1
Tab 2.2
Tab 2.3
Tab 3.1
Tab 3.2
Tab 3.3

Selasa, 19 April 2011

Menggenggam Keajaiban




Sabar, Ikhlas dan berpikiran positif  tentang segal;a hal. dengan itu saja dunia akan terlihat berbeda (Citra Mustikawati)
Hampir saja aku membuang mimpi–mengenyam bangku kuliah–ke got selokan dan tak akan kubiarkan seorang pun memungutnya kembali, membiarkan hanyut terbawa air dan bermuara di luasnya samudera. kemudian hilang ditelan bumi–termakan buasnya ikan paus.
rasa pesimis telah merusak syaraf neuronku, meranggas dendrit-dendrit otakku dan menjalar ke seluruh aliran peredaran darahku.
Tidak mungkin, semua hanya mimpi saja! Nalarku slalu mengutuki keadaan. tapi nurani berkata lain, tak bisa dibohongi keinginan untuk menjadi manusia terpelajar dan merasakan bangku kuliah begitu menggebu. hasrat ini terlalu kuat, hingga aku tak bisa menahannya.
Tapi, mungkinkahmimpi ini terwujud tanpa di-amini oleh materi? sebuah alasan klasik bernama uang telah menghadang jalanku. tak sepeser pun aku miliki. lalu mungkinkah??
Tidak! Nalarku berteriak lantang, sementara nurani terjepit. menangis dalam sesak.
Aku telah berusaha mengikhlaskan segalanya. mengubur keinginanku untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi sedalam-dalamnya dan bekerja–seperti yang keluarga harapkan. apa saja. menjadi buruh pabrik atau bahkan menjadi pengrajin meubel. dan selembar kertas sakti pertanda hasil perjuanganku selama tiga warsa terakhir akan berujung di pabrik
Nurani; aku ingin menjadi seorang akademisi! bukan buruh pabrik!!!
lantas situasi benar-benar dilmatis. orangtua sudah jelas-jelas angkat tangan, tak lagi berniatmemberikan kucuran dana. mamah yang sudah dua blas tahun menjadi single parent selalu bilang,”Kalau mau kuliah pakai uang sendiri. mamah sudah tak sanggup membiayai kuliahmu. membiayai sekolah Rizal dan Risma saja sudah tak sanggup. apalagi membiayai kuliahmu??”
Mendengar kata-kata itu, hatiku remuk sektika.
Dan, doa-doa yang kupanjatkan setiap hari seakan menemui kesia-siaan. doa yang trpanjat sehabis shalat lima waktu, dalam sujud rakaat terakhir, dalam shalat malam tak pernah termustajabkan. Tuhan tak pernah menjawab doaku. hampir sja aku murka terhadap’Nya.
kesulitan ekonomi, aku ingin mengnyahkan hal itu di muka bumi ini. tapi dengan cara apa? aku slalu percaya, bahwa satu-satunya cara untuk memutus mata rantai kemiskinan adalah dengan pendidikan. itu saja. dngan situasi seperti ini, aku tak yakin bisa memutus rantai itu. Tuhan tak menjawab doa-doaku.
Tetapi kemudian, sebuah skenario ajaib telah terjadi dalam hidup ini. sesuatu yang diluar dugaanku. Indah, dan terjadi tepat pada waktunya.
Ceritanya seperti ini …
Adalah RONI! seorang sahabat — atau barangkali lebih tepat kusebut dia sebagai seorang saudara. disebut saudara karena sudah sangat dekat. teman sekelasku selama tiga tahun berturut-turut semasa SMA dan hingga saat ini still my best friend. dialah yang mngantarkan aku dalam jbakan sknario ajaib itu. beruntunglah aku mempunyai sahabat seperti dia.
siang itu, dia datang ke rumahku membawa sbuah brosur pendaftaran mahasiswa UIN SGD Bandung beserta rincian biayanya. reaksiku biasa saja.
“Murah pisan Dra! de ngan uang satu juta rupiah sudah bisa masuk kuliah. Negeri pula!!!” Barangkali untuk orang seperti Roni, satu juta rupiah memang angka yang kcil, tapi bagiku? ini besar sekali. tak sepeser pun aku punya. lantas mungkin kah?!
bagiku ini seperti lelucon. jelas-jelas tak mungkin.
“Aku sudah mmbli dua formulir Dra. satu untukmu dan satu lagi untukmu. bagaimana kawan? setuju kan? besok kita ke UIN lagi untuk pengembalian formulir. isikan kode yang sama oke! kita masuk jurusan jurnalistik, biar sekelas lagi!” mimik wajahnya begitu sumringah. aku tak tahu apa yang ada di pikirannya.
“Satu juta Ron! Dari mana?” Nadaku rendah. formulir pemberian dari ROni kuperhatikan dengan seksama.
“Waktu pembayaran kan masih lama? percaya sama Allah. pasti ada jalan. Orang yang mau melakukan kejahatan saja masih diberi jalan, apalagi kamu, yang jelas-jelas berniat baik; menuntut ilmu!” Hening. mataku masih melihat lekat mengamati setiap kata yang tertulis di formulir itu.
“Ya, hitung-hitung rekreasi lah … masalah kuliah jadi atau tidak, itu urusan Allah. setidaknya kau pernah merasakan mengikuti test masuk perguruan tinggi. bagaimana kawan?” setelah berpikir lama akhirnya aku mengangguk. setuju!
Tak apa lah. bagiku seperti senyuman pelipur lara. benar apa kata Roni. meskipun tak jadi kuliah,setidaknya aku pernah mengikuti test masuk perguruan tinggi.
dan segalanya mengalir begitu saja. Aku mengikuti bimbingan test masuk UIN, mempelajari soal-soal yang akan diujikan. seolah-olah aku bnar-benar akan kuliah. meskipun aku tahu, semua akan berujung dengan kesia-siaan.
meski demikian, ada yang janggal pada diri ini. entah mengapa, aku begitu yakin, seperti lebih dekat dengan mimpiku. keyakinan untuk bisa kuliah begitu kuat. meski tak mempunyai uang. sepeser pun.
***
30 Juli 2009
Waktu mengalir begitu cepat. tibalah saat pengumuman kelulusan masuk UIN SGD. aku perhatikan dengan seksama nama-nama peserta test yang masuk UIN yang terpajang jelas di koran Radar bandung.
Aku lulus. masuk pilihan pertama; Jurnalistik. bagiku rasanya campur aduk. antara senang, tapi di sisi lain merasa miris. hari itu aku meengambil formulir registrasi, surat tanda kelulusan dan resi pembayaran. hanya sebagai kenang-knangan saja. bukti kalau aku prnah ikut dan lulus test masuk perguruan tinggi.
Roni yang melihat gurat kesedihan diwajahku tentu merasa bersalah. senyumanku terasa pahit. dia menepuk pundakku seraya berkata,”Tenang saja. masih ada waktu. you’ll never walk alone …”
benarkah masih ada waktu?! aku perhatikan dengan seksama berkas yang kuambil. sbuah kalimat hampir mematikan urat nadiku: “Waktu Registrasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi tanggal 10 Agustus 2009.”
Itu berarti, dalam waktu 10 hari aku harus mengumpulkan uang satu juta rupiah. Mungkinkah??
***
1 Agustus 2009
telepon genggamku bergetar, pertanda sebuah pesan singkat baru saja masuk dan siap untuk dibaca,”Kawan, Alhamdulilah lulus masuk Unpad. ini wujud nyata kekuatan doa kawan … nanti malam ke rumah. jangan ke mana-mana.”
Berita yang begitu menggembirakan. Impian Roni terwujud. ia memang ingin sekali masuk k perguruan tinggi trsebut. ada pun ikut seleksi masuk UIN hanya sebagai alternatif saja, kalau-kalau tidak diterima di Unpad.
Tapi, bagaimana dengan nasibku? aku tidak tahu.
Malam itu, Roni datang ke rumahku.
“Nyumbang tiga ratus ribu aja ya Dra … sisanya kita cari bareng-bareng. masih ada waktu sembilan hari lagi bukan?” Aku terima uang pemberian Roni. rasanya berat sekali. aku sudah terlalu sering merepotkan dia. Ah, maafkan aku saudaraku …
“Nyari dari mana Ron?”
“Ngutang dulu lah … Terdesak! kita cari bantuan anak-anak yang lain. Tenang saja lah..  Allah pasti akan membarikan jalan.”
Malam itu, hatiku serasa disentuh oleh tangan selembut sutera. kebaikan saudara yang begitu tulus membantu mewujudkan apa yang aku idamkan. antara haru dan kebahagiaan yang tak terdeskripsikan.
virus pesimisme telah hilang sepenuhnya. dan keyakinanku berlipat ganda.
***
5 Agustus 2010
Aku belum mendapatkan uang tambahan. masih sama; Tiga ratus ribu rupiah. teman-teman yang tadinya berniat memberikan pinjaman dana, satu persatu tumbang. aku tak tahu bagaimana caranya menambah kekurangan dana tersebut. aku berniat mundur saja.
tapi, jika aku mundur, berarti aku teelah menyia-nyiakan dukungan yang Roni dan sahabat karib berikan. sekalipun aku tak mau mengecewakan orang-orang terdekatku.
aku hanya mempunya satu kekuatan; keteguhan hati. itu saja.
***
Malam hari, 6 Agustus 2009
Melepas rasa stress, baiknya berinternet ria. itulah yang aku lakukan. setidaknya untuk mencairkan sedikit galau yang melanda jiwaku. aku kemudian membuka situs jejaring sosial Facebook dan segera meng-up-date statusku; Uang kuliah masih kurang Tujuh ratus ribu.
Bunda Paula– seorang wanita berusia setengah abad–aku biasa memanggilnya begitu. seorang teman dunia maya yang aku kenal lewat Chattingroom Kick Andy. sekalipun aku tak pernah berjumpa dengannya. tapi rasanya sudah akrab sekali. mungkin karena sering ngobrol lewat chatting.
malam itu, aku chat bersama beliau dan menceritakan kondisiku. tentang keinginanku untuk kuliah dan situasi ekonomi yang tidak mendukung. aku seperti bercerita kepada ibuku sendiri. berkeluh kesah tentang segalanya.
“Yang Sabar, Tuhan pasti akan memberikan jalan yang terbaik buat kamu …” malam itu, aku tertidur dengan perasaan campur aduk.
***
Pagi hari, pukul 09.00 7 Agustus 2009
Telepon genggamku bergetar, pertanda sebuah pesan singkat siap dibaca. segera kuraih telepon genggamku yang sedari tadi tergeletak di atas meja.
sebuah pesan singkat kubaca dengan seksama. air mata tanda rasa haru tak terasa telah meleleh. Tuhan menjawab doa-doaku dengan caranya sendiri. dengan sesuatu yang tak prnah aku bayangkan sebelumnya.
“Dra, saya sudah transfer uang satu juta. kuliah yang rajin ya! kedepannya saya kirim 200rb per bulan.” Sender: Bunda Paula
pesan singkat itu segera kubalas:
“Kebaikan bunda akan Indra bayar dengan prestasi. Semoga Tuhan  membalas kebaikan bunda dengan rezeki yang melimpah. Amien …”
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar